Rasullaullah SAW Bersabda :
“Jangan salah seorang diantara kalian menjadi pembeo. Dimana dia berkata : saya tergantung kepada orang. Jika orang baik, maka sayapun akan ikut baik, dan jika orang lain jelek, maka sayapun akan ikut jelek. Tetapi besikaplah! Jika orang berbuat baik, maka hendaklah kamu berbuat baik, dan jika orang berbuat buruk, maka hendaklah kamu menjauhi keburukan mereka.”(H. R. Tirmidzi)
Tabiat Iman yang kita ketahui jika ia telah tertancap, ia akan melahirkan kekuatan dalam diri pemiliknya yang nampak setiap tingkah lakunya; jika kita berbicara, maka kita akan memegang ucapannya, jika kita bekerja, kita akan bekerja sungguh-sungguh. Jika kita melangkah, maka tujuannya jelas. Kita akan merasa tenang dengan segala gagasan yang ada dalam benak, merasa tenang dengan segala perasaan yang ada dalam sanubari. Kita tidak mengenal plin plan dan tidak pernah goyah dengan sikap yang dipegang.
Sejatinya, orang yang kuat, tidak boleh tergantung kepada orang lain, kita harus melangkah sesuai dengan kemampuan diri kita untuk meraih tujuan yang ingin kita capai, kita harus menyadari, bahwa oang lain hanya pemberi usulan selebihnya kita adalah penentu. Jika kita menderita luka atau ada kekurangan pada diri, maka sembunyikan dari orang lain dan jangan mengharap belas kasihan dengan mengungkapkan kesedihan pada orang lain selama kita mampu mengobatiya sendiri.
Sesungguhnya ungkapan yang paling tepat untuk menjelaskan kebenaran kepada masyarakat adalah firman Allah SWT :
“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)” (Al-An’am : 116)
Ya, inilah hakikat manusia yang mengusik jiwa atas segala tindakan yang mereka lakukan kepada kita, dan kita menimbang keridhaan dan kemarahannya kepada kita dengan beribu-ribu pertimbangan.
Abdullah Bin Ubay (tokoh munafiq pada permulaan Islam) memandang Islam dengan pandangan yang tidak sedap. Namun, ketika kaum muslim mendapatkan kemenangan dalam pedang Badar, dia dan pengikutnya segera berpura-pura masuk Islam, hanya sekedar untuk mendapatkan perlindungan.
Begitu banyak kelompok manusia yang menghargai sesuatu karena didorong oleh motif kekuasaan semata.
Adapun orang-orang yang membela kebenaran, meskipun harus menderita kekalahan dan orang-orang yang mempertahankan harga dirinya, meskipun mereka yang mati karenanya, mereka adalah orang-orang asing dan aneh di dunia ini! Wallahu A’lam..
Nyatanya, sekarang manusia banyak yang berpihak kepada orang-orang yang terlihat kedudukan dari segi harta bahkan jabatan, banyak orang yang menyanjung-nyanjung, mengangkat-ngangkat mereka untuk mengharapkan sesuatu atau karena semata-mata merasa takut.
Oleh sebab itu, ada sebauah ungkapan: Jika dunia menghampiri seseorang, maka dia akan meminjam kebaikan-kebaikan orang lain. Dan jika dia berpaling dari seseorang, maka dia akan merampas kebaikan-kebaikan yang ada pada orang tersebut.
Rasulullah SAW tidak menyukai orang seperti itu, beliau bersabda:
“Seburuk-buruknya hamba adalah hamba hawa nafsu yang akan menghinakannya. Dan seburuk-buruknya hamba, adalah hamba yang ketakutan yang akan menyesatkannya.”
Meskipun demikian, perasaan harap, takut, mendapatkan manfaat dan kegagalan, masih menjadi rahasia yang terkubur di balik segala kritikan, ridha, kemarahan dan dukungan.
Perlu di catat, bahwa kita bisa mengabil sikap egois dalam menghadapi segala hasutan para pendengki dan tuduhan para pendendam, jika kebenaran berada pada diri kita sesuai dengan pandangan Allah SWT, bukan di pandangan banyak orang. Adapun kritikan yang benar, memperbaikai kesalahan dan menambah kesempurnaan, maka hal itu mesti diterima dengan sepenuh hati, meskipun yang mengkritik mempunyai maksud tertentu. Toh niat buruk mereka akan kembali kepada mereka. Dan sikap yang paling tepat bagi kita adalah lapang dada dalam enerima kebenaran yang keluar dari mulut mereka.
Siapa tahu? Barangkali degan mengambil manfaat dari kritikan mereka, akan semakin menguatkan pendirian kita. Ya memperkuat keteguhan kita…
Bukankah orang cerdas adalah orang yang mengambil manfaat dari ucapan musuh-musuhnya. Jika ucapan mereka itu benar maka dia akan segera mengintrofeksi dan jika ia salah maka maka akan diambil manfaatnya.
Sebab, musuh akan selalu memperhatikan dengan segala tindak tanduk dan kesalahan kita dengan sangat teliti, yang terkadang kita sendiri tidak memperhatikannya
Seperti apa sikap yang diambil orang cerdas untuk mendulang kemenangan dalam menyikapi kritikan banyak orang :
Jika kebaikan-kebaikan yang aku tampakkan dianggap dosa,
Maka bagaimana aku harus meminta maaf ?
Salah seorang saudara kita yang insyaallah sayang kepada kita semua sebagai saudara seagama melihat pentingnya ada batasan kejiwaan terhadap kemelut antara orang-orang mulia dan antara orang-orang hina, berkata:
Jika mereka dengki kepadaku, maka aku tak peduli.
Sebab, mereka telah dengki kepada orang-orang mulia sebelumku.
Dan tetaplah bagiku dan bagi mereka apa yang ada padaku dan pada mereka.
Sebab, betapa banyak orang yang mati diantara kita karena kegundahan dalam jiwa mereka
Ya, Jangan pernah putus asa saudaraku!!karena yakinlah segala kritikan dan celotehan yang kita khawatirkan, akan menambah keteguhan dan ketegaran kita.
Dulu, ada ungkapan terkenal : “Semoga Allah merahmati orang yang menunjukan aibku kepadaku. Siapa yang menunjukan aib kami kepada kami, maka kami akan menerimanya saat itu juga, dan kami akan segera memperbaiki apa yang nampak dan tersembunyi dari jiwa, agar tidak ada celah bagi orang lain untuk mencela kami kembali.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar