Bagi yang masuk ke blog ini melalui Search Engin dan tidak menemukan artikel yang di cari pada halaman ini maka dapat mencari pada arsip blog atau mengunakan fasilitas search yang ada di blog ini. terimakasih atas kunjungnnya.
bagi yang ingin bertanya sebaiknya langsng melalui YM apabila lagi online atau inggalkan coment di artikel yang bersangutan.

Promo : Transfer Pulsa Indosat (IM3/Mentari/StarOne) pulsa 100rb Harga 82rb (bisa untuk BB)

bagi yang berminat dapat hubungin YM : ivandriyandra atau sms ke no 085624060651. atau data update dapat liat di halaman ini http://indosat.yandra.web.id/

29 Juli 2009

KURIKULUM, METODA PEMBELAJARAN, DAN PERMASALAHANNYA

Oleh: Nan Rahminawati

Diberikan pada acara Semiloka Nasional Pengembangan Karakter Bangsa, 28-30 Juli 2009

Universitas Widyatama Bandung

untuk file pdf nya dapat di donload di sini

PENDAHULUAN

Al-Hayat al-thayyibah (hidup berkualitas tinggi) merupakan tuntutan era global yang harus dipenuhi. Bergulirnya globalisasi, otonomi daerah, reformasi pendidikan, serta otonomi perguruan tinggi berkontribusi terhadap munculnya kebijakan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) seperti tercermin dalam Kepmendiknas Nomor 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar mahasiswa. Secara konseptual, Depdiknas (2002:1) mengemukakan beberapa dasar pemikiran digunakannya konsep kompetensi dalam kurikulum: (1) kompetensi berkaitan dengan kemampuan peserta didik melakukan sesuatu dalam konteks, (2) kompetensi menjelaskan pengalaman belajar yang dilalui peserta didik untuk menjadi kompeten, (3) kompetensi merupakan hasil belajar (learning outcomes) yang menjelaskan hal-hal yang dilakukan peserta didik setelah melalui proses pembelajaran, dan (4) kehandalan kemampuan peserta didik dalam melakukan sesuatu harus didefinisikan secara jelas dan luas dalam suatu standar yang dapat dicapai melalui kinerja yang dapat diukur. Oleh karenanya, rumusan kompetensi dan KBK merupakan pernyataan: ”apa yang diharapkan dapat diketahui, disikapi, dan dilakukan peserta didik” dalam tingkatan dan satuan pendidikan.

Untuk dapat membumikan keempat dasar kompetensi tersebut di atas, manusia sebagai khalifah fi al-ardh telah diberi potensi untuk mengelola (meminjam istilah Quraish Shihab) “daya tubuhnya, daya hidupnya, daya akalnya, dan daya kalbunya”. Dengan daya tubuh, manusia dapat berkekuatan fisik karena organ tubuh dan panca inderanya difungsikan. Dengan daya hidup, maka kemampuan mengembangkan, menyesuaikan diri dengan lingkungan serta mempertahankan hidupnya akan dimiliki. Begitu juga dengan daya akal, memungkinkan manusia memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan daya kalbu, dapat mengarahkan moral, merasakan keindahan keimanan, dan kehadiran Allah. Seluruh potensi itu diolah melalui suatu usaha yang disebut proses pembelajaran, yang didalamnya menggambarkan adanya kurikulum dan metoda pembelajaran.

Pada umumnya kurikulum dipandang sebagai “rencana” yang disusun untuk kesuksesan proses pembelajaran di bawah bimbingan dan tanggungjawab satuan pendidikan atau lembaga pendidikan dengan seluruh pengajarannya. Para pakar teori kurikulum berpendapat pula bahwa kurikulum selain dari pada semua kegiatan yang telah direncanakan juga mencakup kegiatan-kegiatan atau peristiwa-peristiwa yang terjadi di bawah pengawasan satuan pendidikan. Jadi selain kegiatan kurikuler yang formal, juga yang tidak formal. Kurikulum perlu dikelola agar menciptakan proses pembelajaran yang mudah direncanakan, diorganisasikan, dilaksanakan, dan dikendalikan dengan baik secara efektif dan efisien. Efektif berarti membelajarkan peserta didik sesuai dengan apa yang seharusnya dikembangkan di setiap jenjang pendidikan. Sementara yang dimaksud dengan efisien adalah mendayagunakan tenaga, waktu, biaya, ruang atau gedung, dan fasilitas pendidikan lainnya sehemat mungkin.

Kurikulum yang telah ditentukan dan disusun Pemerintah dan dikoordinasikan Dinas Pendidikan masih berupa barang cetakan yang belum berfungsi. Selanjutnya, pendidik haruslah memfungsikan kurikulum tersebut, sehingga dapat dilaksanakan dan diwujudkan di kelas. Kurikulum dilaksanakan agar terjadi perubahan tingkah laku peserta didik sesuai dengan harapan sebagaimana telah dirumuskan dalam Standar Kompetensi Dasar, Kompetensi Dasar, Tujuan, dan Indikator.

Ketercapaian komponen tujuan kurikulum harus disertai kemampuan pendidik dalam memahami kurikulum, sehingga ia dapat menjadikannya dalam bentuk pengalaman yang bermakna bagi peserta didik. Hanya usaha pendidiklah yang dapat merealisasikan setiap kurikulum formal. Oleh karena itu, kurikulum yang diwujudkan dalam kelas selalu mengandung kepribadian pendidik. Pelaksanaan kurikulum selalu diwarnai oleh pribadi pendidik, jadi selalu mengandung perbedaan individual walaupun kurikulum itu “uniform”.

Kurikulum merupakan pedoman umum yang harus dijabarkan atau dianalisis lebih lanjut oleh pendidik sebagai pedoman pembelajaran. Komponen tujuan, metoda, materi, strategi pembelajaran, dan evaluasi hasil pembelajaran perlu dirinci dan dipersiapkan pendidik sebaik mungkin karena hal tersebut akan menentukan mutu pembelajaran yang selanjutnya menentukan mutu pendidikan.

PEMBAHASAN

A. KURIKULUM DAN PERMASALAHANNYA

Kompetisi pencari kerja lulusan perguruan tinggi di Indonesia yang semakin ketat menuntut perhatian penyelenggara perguruan tinggi untuk selalu melakukan penyesuaian kurikulum, proses dan materi pembelajaran serta kualitas para dosen terhadap perkembangan dunia kerja. Peningkatan relevansi pendidikan ini sebaiknya menjadi sasaran dari peningkatan kualitas yang terus menerus (continous quality enhancement) sebagai bagian dari suatu sistem penjaminan mutu (quality assurance system) perguruan tinggi secara keseluruhan. Dalam hal ini, aspek relevansi menuntut penyelenggara perguruan tinggi untuk mengembangkan program studi yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. Di samping itu, melalui suatu perencanaan yang baik, perguruan tinggi dengan potensi dan kemampuan yang memadai dapat mengembangkan program studi yang lebih memusatkan pendidikannya pada kebutuhan tenaga peneliti atau pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.

Kualitas dan relevansi merupakan dua aspek pendidikan tinggi yang saling berkaitan dan mempunyai kontribusi langsung pada peningkatan daya saing bangsa dalam bidang sumber daya manusia. Meningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan tinggi merupakan pekerjaan yang cukup kompleks, karena menyangkut banyak faktor seperti kualitas pendidik dan tenaga kependidikan, kualitas sarana dan fasilitas pendidikan, sistem pengelolaan pendanaan, dan suasana akademik yang tercipta di dalam perguruan tinggi masing-masing. Untuk mempercepat peningkatan kedua aspek tersebut, perguruan tinggi dapat mengupayakan cooperation, benchmarking, networking atau berbagai usaha lain, sehingga dapat memanfaatkan lesson learned dan best practices dari perguruan tinggi lain.

Perhatian terhadap kualitas dan relevansi pendidikan tidak terlepas dari penetapan kurikulum dan pelaksanaan proses pembelajaran secara sinergis. Implementasi Kurikulum pada Perguruan Tinggi, hendaknya mengacu pada Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar mahasiswa, terutama pada:

Pasal 7

(1) Kurikulum pendidikan tinggi yang menjadi dasar penyelenggaraan program studi terdiri atas: kurikulum inti, dan kurikulum institusional.

Kurikulum inti merupakan kelompok bahan kajian dan pelajaran yang harus dicakup dalam suatu program studi yang dirumuskan dalam kurikulum yang berlaku secara nasional.

Pasal 8

(1) Kurikulum inti program sarjana dan program diploma terdiri atas:

  1. Kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MPK); adalah bahan kajian dan pelajaran untuk mengembangkan manusia Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, berkepribadian mantap, dan mandiri serta mempunyai rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
  2. Kelompok Matakuliah Keilmuan dan Keterampilan (MKK); adalah kelompok bahan kajian dan pelajaran yang ditujukan terutama untuk memberikan landasan ilmu dan keterampilan tertentu.
  3. Kelompok Matakuliah Keahlian Berkarya (MKB); adalah kelompok bahan kajian dan pelajaran yang bertujuan menghasilkan tenaga ahli dengan kekayaan berdasarkan dasar ilmu dan keterampilan yang dikuasai.
  4. Kelompok MatakuliahPerilaku Berkarya (MPB);adalah kelompok bahan kajian dan pelajaran yang bertujuan untuk membentuk sikap dan perilaku yang diperlukan seseorang dalam berkarya menurut tingkat keahlian berdasarkan dasar ilmu dan keterampilan yang dikuasai.
  5. Kelompok Matakuliah Berkehidupan Bermasyarakat (MBB); adalah kelompok bahan kajian dan pelajaran yang diperlukan seseorang untuk dapat memahami kaidah berkehidupan bermasyarakat sesuai dengan pilihan keahlian dalam berkarya.

Sesuai dengan tema Seminar Nasional, maka pembahasan kurikulum ini lebih difokuskan pada pengembangan kelompok MPK. Untuk itu, diungkapkan lebih lanjut dalam:

Pasal 9

Kurikulum institusional program sarjana dan program diploma terdiri atas keseluruhan atau sebagian dari:

a. kelompok Matakuliah Pengembangan Kepribadian (MPK) yang terdiri atas matakuliah yang relevan dengan tujuan pengayaan wawasan, pendalaman intensitas pemahaman dan penghayatan MPK inti;

Pasal 10

(1) kelompok MPK pada kurikulum inti yang wajib diberikan dalam kurikulum setiap program studi/kelompok program studi/kelompok program studi terdiri atas Pendidikan Pancasila, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan.

(2) Dalam kelompok MPK secara institusional dapat termasuk bahasa Indonesia, bahasa Inggris, Ilmu Budaya Dasar. Ilmu Sosial dasar, Ilmu Alamiah Dasar, Filsafat Ilmu, Olah Raga dan sebagainya.

Pelaksanaan kurikulum perguruan tinggi, selain mengacu pada Kepmendiknas No. 232/U/2000, juga mengacu pada UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003. Dalam Bab X, secara jelas diatur bagaimana kurikulum itu harus dikembangkan. Lebih rinci dalam pasal 36 disebutkan bahwa:

(1) Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

(2) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.

(3) Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:

a. peningkatan iman dan takwa;

b. peningkatan akhlak mulia;

c. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;

d. tuntutan pembangunan daerah dan nasional;

e. tuntutan dunia kerja; perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;

f. agama;

g. dinamika perkembangan global; dan

h. persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.

(1) kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat:

  1. pendidikan agama;
  2. pendidikan kewarganegaraan; dan
  3. bahasa.

Sedangkan dalam pasal 38 diuraikan tentang:

(1) Kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan tinggi untuk setiap program studi.

(2) Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk setiap program studi.

Agar kedua regulasi tersebut di atas dapat diimplementasikan, maka:

1. Unsur utama dan pertama yang harus dikedepankan adalah kesiapan mental untuk mau menerima perubahan;

2. Stakeholder yang terlibat dalam pendidikan menyadari sepenuhnya bahwa proses pendidikan berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan meningkatkan kualitas kehidupan dan martabat manusia Insonesia dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional

B. METODE PEMBELAJARAN DAN PERMASALAHANNYA

Jika perguruan tinggi telah menetapkan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) sebagai suatu guiding instruction-nya, maka perlu memperhatikan karakteristik dalam KBK seperti ditetapkan Depdiknas sebagai berikut.

1. Menekankan pada ketercapaian kompetensi peserta didik baik secara individu maupun klasikal berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman;

2. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi;

3. Sumber belajar bukan hanya dosen, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif, dan

4. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan kompetensi.

Merujuk pada point (2) tersebut di atas, maka peran dosen menjadi penentu dalam keberhasilan pembelajaran mahasiswa. Pembelajaran pada dasarnya bukan hanya menyampaikan informasi melainkan mengkondisikan peserta didik untuk belajar. Pembelajaran adalah proses pencarian ilmu pengetahuan secara aktif atau proses perumusan ilmu, bukan proses pengungkapan ilmu semata. Pembelajaran merupakan upaya bersama antara dosen dengan mahasiswa untuk berbagi dan mengolah informasi dengan tujuan agar pengetahuan yang terbentuk dapat diintegrasikan dalam diri mahasiswa dan menjadi landasan bagi mahasiswa untuk belajar berkelanjutan secara mandiri. Lebih lanjut, pembelajaran sebagai kegiatan yang terprogram dalam desain facilitating, empowering, dan enabling untuk membuat mahasiswa belajar secara aktif, yang menekankan pada sumber belajar.

Pembahasan metode pembelajaran tidak terlepas dari penggunaan pendekatan, strategi dan teknik dalam pembelajaran. Pendekatan merupakan cara pandang dosen dalam melaksanakan suatu proses pembelajaran. Pendekatan terdiri atas sejumlah strategi. Strategi merupakan upaya yang dilakukan dosen dalam mengimpelementasikan proses pembelajaran, dimana strategi terdiri atas sejumlah metode. Metode merupakan cara dosen dalam menyampaikan materi pembelajaran dengan menggunakan sejumlah teknik. Sedangkan teknik pembelajaran merupakan prosedur yang sistematik sebagai petunjuk untuk melaksanakan tugas pekerjaan yang kompleks atau ilmiah, merupakan tingkat keterampilan atau perintah untuk melakukan patokan-patokan dasar suatu penampilan. Atau dengan kata lain teknik sebagai cara yang sifatnya lebih operasional dalam menyampaikan materi pembelajaran.

Agar pembelajaran berhasil sesuai dengan yang diharapkan, maka pemilihan metode haruslah mengacu pada prinsip berikut ini.

1. Harus memanfaatkan teori kegiatan mandiri;

2. Harus didasarkan atas teori dan praktik yang terpadu

3. Harus memperhatikan perbedaan individual;

4. Harus merangsang kemampuan berpikir dan nalar peserta didik;

5. Harus menyediakan pengalaman belajar melalui KBM yang bervariasi;

Seorang dosen harus secara cerdas memilah dan memilih metode dengan tepat, juga dituntut mempelajari berbagai metode yang digunakan disesuaikan dengan tuntutan materi

Terkait penggunaan Kurikulum Berbasis Kompetensi pada perguruan tinggi, maka pemilihan metode perkuliahan pun haruslah diarahkan pada:

1. Minat, kemampuan, kesenangan, pengalaman, dan cara belajar yang berbeda satu dengan yang lainnya. Oleh karenanya, kegiatan pembelajaran, organisasi kelas, materi pembelajaran, waktu belajar, alat belajar, dan cara penilaian pun beragam sesuai karakteristik mahasiswa.

2. Kegiatan pembelajaran perlu dirancang melalui pemberian pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari dan dunia kerja yang terkait dengan penerapan konsep-konsep, kaidah, dan prinsip disiplin ilmu yang dipelajari.

3. Upaya mengembangkan kemampuan sosial, dicirikan dengan kemudahan dalam mengkomunikasikan gagasan yang telah dimiliki mahasiswa.

4. Upaya mengembangkan keingintahuan, imajinasi, dan fitrah bertuhan. Mahasiswa dilahirkan dengan memiliki rasa ingin tahu, imajinasi, dan fitrah bertuhan. Dua hal pertama merupakan modal dasar untuk bersikap peka, kritis, mandiri, dan kreatif. Sedangkan ketiga untuk bertakwa kepada Allah SWT.

5. Upaya mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, yang dapat melatih mahasiswa untuk mampu mengidentifikasi masalah dan memecahkannya dengan menggunakan kemampuan kognitif dan meta kognitif.

6. Upaya mengembangkan kreativitas mahasiswa, yang memberikan kesempatan dan kebebasan berkreasi secara berkesinambungan untuk mengembangkan dan mengoptimalkan kreativitas mahasiswa.

7. Upaya mengembangkan kemampuan menggunakan ilmu dan teknologi.

8. Upaya menumbuhkan kesadaran sebagai warga negara yang baik, dengan memberikan wawasan nilai-nilai moral dan sosial yang dapat membekali mahasiswa menjadi warga masyarakat dan warga Negara yang bertanggungjawab. Juga mampu menggugah kesadaran siswa akan hak dan kewajibannya sebagai warga Negara.

9. Upaya mendorong mahasiswa untuk dapat melihat dirinya secara positif, mengenali dirinya sendiri (baik kekurangan maupun kelebihannya) untuk kemudian dapat mensyukuri apa yang telah dianugerahkan Allah SWT kepadanya.

10. Upaya memadukan kompetensi, kerjasama, dan solidaritas.

Dari kesepuluh hal tersebut di atas, maka metode perkuliahan yang dapat dipilih hendaknya digeser dari Teacher Centered Learning (TC) ke Student Centered Learning (SCL).

Implementasi SCL perlu memperhatikan aspek-aspek berikut.

1. Memahami tujuan dan fungsi belajar

2. Mengenal mahasiswa sebagai individu

3. Menciptakan kondisi yang menyenangkan dan menantang

4. Mengembangkan kreativitas dan kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah

5. Memanfaatkan lingkungan sumber belajar serta memberikan muatan nilai, etika, estetika dan logika

6. Memberikan umpan balik untuk mendorong kegiatan belajar

7. Menyediakan pengalaman belajar yang beragam

Metode pembelajaran yang menggunakan pendekatan SCL, dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

1. Small group discussion; merupakan salah satu elemen pembelajaran secara aktif, dimana mahasiswa dibagi dalam kelompok kecil 5 – 10 orang untuk mendiskusikan bahan dari dosen

2. Simulation; adalah model yang membawa situasi yang mirip dengan sesungguhnya kedalam kelas. Bentuk simulasi: (a) Role Playing (permainan peran), (b) Simulation games, (3) Model computer. Tujuannya untuk mempraktikan kemampuan umum dan khusus baik secara individual maupun tim

3. Case study; adalah metode belajar yang difokuskan pada pendalaman kasus secara dengan karakteristik spesifik.

4. Discovery learning (DL); adalah metode belajar yang difokuskan pada pemanfaatan informasi yang tersedia baik dari dosen maupun dicari sendiri oleh mahasiswa. Tujuannya untuk membangun pengetahuan dengan cara belajar mandiri

5. Self directed learning (SDL); adalah proses belajar yang dilakukan atas inisiatif individu mahasiswa sendiri, termasuk perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian pengalaman belajar yang telah dijalani. Dosen bertindak sebagai fasilitator dengan memberi arahan, bimbingan dan konfirmasi terhadap kemajuan belajar.

6. Cooperative learning (CL); adalah metode belajar berkelompok yang dirancang oleh dosen untuk memecahkan suatu masalah/ kasus atau mengerjakan suatu tugas. Kelompok ini terdiri atas beberapa orang mahasiswa dan mempunyai kemampun akademik beragam. Metode ini merupakan paduan antara teacher centered dan student centered learning.

7. Collaborative learning (CBL); Metode belajar yang menitik beratkan pada kerjasama antara mahasiswa yang didasarkan oleh konsensus yang dibangun sendiri oleh anggota kelompok walaupun tugas/ masalah/ kasus berasal dari dosen.

8. Contextual instruction (CI ); merupakan konsep belajar yang membantu dosen mengaitkan isi mata kuliah dengan situasi nyata dalam kehidupan sehari-hari dan memotivasi mahasiswa untuk membuat keterhubungan antara pengetahuan dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari sebagai anggota masyarakat, profesional enterepreneur maupun investor

9. Project based learning (PJBL); Metode belajar yang sistematis, yang melibatkan mahasiswa dalam belajar pengetahuan dan keterampilan melalui proses pencarian/ penggalian (inquiry) yang panjang dan terstruktur.

10. Problem based learning (PBL); adalah belajar dengan memanfaatkan masalah dan mahasiswa harus melakukan pencarian/ penggalian informasi (inquiry) untuk memecahkan masalah tersebut.

Selanjutnya, peran dosen dalam penggunaan metode berbasis SCL adalah:

1. Bertindak sebagai fasilitator;

2. Mengkaji kompetensi mata kuliah yang perlu dikuasai mahasiswa;

3. Merancang strategi dan lingkungan pembelajaran yang dapat menyediakan beragam pengalaman belajar yang diperlukan mahasiswa dalam rangka mencapai kompetensi yang dituntut mata kuliah;

4. Membantu mahasiswa mengakses informasi;

5. Mengidentifikasi dan menentukan pola penilaian hasil belajar mahasiswa.

Akhirnya, sebaik apapun kurikulum yang telah dirancang sebagai guiding instruction tidaklah dapat diimplementasikan, jika dosen tidak memiliki kecerdasan dan keterampilan dalam memilih dan memilah metoda pembelajaran yang relevan dan akurat. Untuk itu, menjadi suatu keniscayaan bagi dosen untuk senantiasa melakukan pembaruan dalam melaksanakan proses pembelajaran.

PENUTUP

Reformasi pendidikan nasional telah digulirkan sesuai dengan visi reformasi, yakni mewujudkan masyarakat yang cerdas. Mewujudkan masyarakat yang cerdas perlu dilakukan melalui suatu proses pendidikan yang dapat mengakomodir tuntutan perubahan dan tantangan yang dihadapi suatu bangsa. Hal tersebut direspon dengan adanya perubahan kurikulum yang diberlakukan bagi jalur dan jenjang pendidikan yang ada. Kurikulum berbasis kompetensi sebagai upaya pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat dalam pengembangan pendidikan di Indonesia yang berkualitas dan berkelanjutan , baik secara makro, meso, maupun mikro.

Apa yang tertuang dalam konsep kurikulum Berbasis kompetensi (KBK) perlu diantisipasi oleh berbagai stakeholder yang terlibat dalam pendidikan. Untuk itu perlu perubahan yang cukup mendasar dalam menyiapkan tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang memiliki kemampuan optimal terkait KBK.

Dalam konteks otonomi perguruan tinggi, kesempatan pengembangan KBK sangat memungkinkan. Setiap perguruan tinggi diberi kewenangan untuk mengembangkan dan memberdayakan potensi-potensi yang dimilikinya ke arah peningkatan efisiensi, efektivitas, dan kualitas pendidikan. Selain itu, perguruan tinggi juga dapat mengakomodasi keinginan masyarakat setempat dalam membentuk pribadi mahasiswa. Hal ini berarti terjadi interaksi sinergis antar berbagai komponen yang dapat memberi nilai tambah terhadap eksistensi mahasiswa dalam dimensi lokal, nasional maupun global.

Otonomi perguruan tinggi harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk meningkatkan mutu sesuai visi dan misinya dengan memanfaatkan keunikan atau kekhasan masing-masing perguruan tinggi. Perguruan Tinggi mengemban tugas mulia, yaitu memelihara dan menjunjung tinggi peradaban manusia yang tercermin dalam jati diri suatu masyarakat. Oleh karena itu, perguruan tinggi dalam menerapkan competence based curriculum harus senantiasa diimbangi dengan content based curriculum yang dapat berisi nilai-nilai budaya luhur bangsa. Dalam implementasi di kelas tentu sangat didukung dengan ketepatan memilih metode dalam pembelajaran. Pembelajaran sebagai kegiatan yang terprogram dalam desain : Facilitating, Empowering, dan Enabling untuk membuat peserta didik belajar secara aktif, yang menekankan pada sumber belajar.

Bandung, 29 Juli 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SMS Gratis