Bagi yang masuk ke blog ini melalui Search Engin dan tidak menemukan artikel yang di cari pada halaman ini maka dapat mencari pada arsip blog atau mengunakan fasilitas search yang ada di blog ini. terimakasih atas kunjungnnya.
bagi yang ingin bertanya sebaiknya langsng melalui YM apabila lagi online atau inggalkan coment di artikel yang bersangutan.

Promo : Transfer Pulsa Indosat (IM3/Mentari/StarOne) pulsa 100rb Harga 82rb (bisa untuk BB)

bagi yang berminat dapat hubungin YM : ivandriyandra atau sms ke no 085624060651. atau data update dapat liat di halaman ini http://indosat.yandra.web.id/

28 Juli 2009

WAWASAN KEBANGSAAN, HAK AZASI MANUSIA, DAN DEMOKRASI



Budi Susilo Soepandji

POTHAN

Diberikan pada acara Semiloka Nasional Pengembangan Karakter Bangsa, 28-30 Juli 2009

Universitas Widyatama Bandung

untuk file pdf nya dapat di donload di sini

Pendahuluan

Di tengah deras arus globalisasi dewasa ini, menghubungkan konsep wawasan kebangsaan dan hak azasi manusia (HAM) serta demokrasi akan menemui pertentangan antar konsep. Dari sudut pandang ekonomi Kenichi Ohmae berperan besar dalam mempersepsikan pertentangan antara konsep wawasan kebangsaan dan HAM serta demokrasi. Melalui bukunya ”The End of Nation State” dan ”The Borderless World”, Ohmae memberikan gambaran memudarnya batas negara dan peran negara, yang memunculkan spekulasi berakhirnya negara bangsa alias hilangnya wawasan kebangsaan.

Dari kaca mata Ohmae, fenomena kepentingan nasional yang tergerus oleh kepentingan ekonomi merupakan kondisi jamak di era globalisasi. Hal itu dijadikan dasar oleh Ohmae untuk menjustifikasi berakhirnya negara bangsa. Secara hitam putih ekonomi premis itu dapat diterima, tetapi jika diingat kompleksitas manusia dan kelompok yang disebut bangsa, dengan wawasan kebangsaannya sebagai nilai yang mendasari kepentingan sosial politiknya, premis itu masih dipertanyakan.

Memahami HAM dan Demokrasi

Hampir tidak ada negara di muka bumi ini dalam konteks sosial politik yang tidak menyebut dirinya sebagai negara demokrasi. Setiap negara di dunia mengikrarkan diri sebagai negara demokrasi. Demokrasi dijadikan legitimasi dan keabsahan untuk dapat diterima dalam pergaulan antar bangsa.

Tidak hanya tingkat elit negara, tetapi bahkan dalam kehidupan sehari-hari tidak nyaman rasanya jika dicap sebagai tidak demokratis. Penggambaran demikian tidak disukai karena merujuk pada sikap dan perilaku otoriter, tidak toleran dan memaksakan kehendak, yang berarti tidak menghormati hak dasar manusia.

Demokrasi atau demokratis sudah menjadi kecenderungan dunia, dan diyakini sebagai sistem paling unggul karena menjunjung tinggi kebebasan individu, menghormati hak azasi manusia. Dengan jargonnya yang dikenal sebagai kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat menggambarkan berdaulatnya rakyat.

Konsep dasar demokrasi adalah menjunjung tinggi kebebasan. Pandangan dasarnya adalah semua orang pada hakikatnya sama dan memiliki hak dasar yang sama. Hak dasar ini lahir dan berkembang menyertai eksistensi manusia, bersifat alamiah, dan oleh karenanya tidak bisa diambil oleh siapapun dan atas nama apapun. Tidak juga oleh negara, malah sebaliknya negara harus menjamin kebebasan dan hak-hak individu.

Pun juga demokrasi tidak memberikan kebebasan atau hak-hak dasar manusia. Bukan lantaran demokrasi orang memperoleh hak-hak dasarnya, malah justru sebaliknya demokrasi terselenggara oleh adanya kebebasan atau hak-hak dasar, dan karenanya menjamin kebebasan atau hak-hak dasar manusia.

Demokrasi adalah cara untuk melindungi kebebasan dan hak-hak dasar manusia, dan negara adalah penjaga demokrasi dan melaluinya menjadi pelindung kebebasan dan hak-hak dasar manusia.

Wawasan Kebangsaan

Wawasan kebangsaan diawali oleh lahir dan eksisnya suatu bangsa. Bangsa lahir dari rahim pemikiran manusia-manusia akan jati dirinya sebagai makhluk sosial. Sebagai akibat berbagai kesamaan yang dimiliki dan mampu membangkitkan jati dirinya sebagai kelompok politik jadilah ia sebagai bangsa.

Seluruh latar belakang kesamaan yang menjadikan dirinya sebagai bangsa dijadikan landasan dan nilai yang mempersatukannya sebagai bangsa. Dari rasa persatuan ini tumbuh kesamaan pandang tentang bagaimana bangsa ini memandang diri dan lingkungannya. Sukarno melansir persamaan nasiblah yang mempersatukan bangsa Indonesia, sehingga menumbuhkan wawasan untuk menjadi satu bangsa. Dilengkapi dengan kesamaan pijakan secara geografis Sukarno merumuskan asal muasal terjadinya bangsa Indonesia.

Setelah lahir rasa sebagai satu bangsa, maka secara bersama-sama mereka dipersatukan oleh kesamaan pandangan. Kasus Indonesia, kesamaan pandang ketika lahir dan tumbuhnya sebagai bangsa adalah keinginan untuk keluar dari belenggu penjajahan. Dalam perkembangannya, setelah keluar dari belenggu penjajahan alias merdeka wawasan bangsa ini adalah mengangkat harkat dan martabatnya sebagai bangsa yang merdeka. Wawasan bangsa Indonesia adalah cara pandang bangsa Indonesia yang senantiasa dinamis namun menyorot tajam di atas landasan kebhinekaan yang berika.

Sorot tajam wawasan kebangsaan bersifat dinamis, berkembang dari waktu ke waktu. Ketajaman sorot wawasan kebangsaan dipengaruhi tiga dimensi yang harus dihayati dan diimplementasikan oleh segenap bangsa, yang meliputi rasa, faham dan semangat kebangsaan. Rasa kebangsaan adalah kesadaran bangsa yang tumbuh alamiah pada awalnya dan berkembang terus dalam khasanah artifisial sesuai perilaku bangsa, yang rasionalisasinya akan menjadi faham kebangsaan. Faham kebangsaan adalah pikiran-pikiran kebangsaan tentang hakikat dan cita-cita kehidupan serta perjuangan yang menjadi ciri khas bangsa. Rasa dan faham kebangsaan merupakan energi kuat yang melahirkan semangat kebangsaan, yakni tekad segenap anak bangsa untuk mengembangkan jati diri, memperjuangkan dan mencapai cita-cita nasional.

Wawasan Kebangsaan Indonesia di Tengah HAM dan Demokrasi

Konsep kebangsaan Indonesia bermula dari kesadaran kebhinekaan. Kesadaran itu alamiah karena kondisi geografi Indonesia yang negara kepulauan, sehingga tidak hendak dijadikan penghalang wawasan kebangsaan Indonesia. Bagi bangsa Indonesia kebhinekaan itu dirajut dalam cara pandang bangsa Indonesia terhadap diri dan lingkungannya berdasarkan semangat persatuan.

Kemajemukan itu dalam proses membangsa dilingkupi oleh semangat senasib sepenanggungan dalam keterjajahan yang membelenggu, yang melahirkan kesadaran bersama untuk melepaskan diri membentuk semangat merdeka. Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorongkan oleh keinginan luhur supaya berkehidupan yang bebas, semangat itu menjelma menjadi Indonesia merdeka. Dengan tercapainya kemerdekaan, semangat bersatu itu dikristalisasikan menjadi ”persatuan” dalam wawasan kebangsaannya.

Dalam implementasi mewujudkan tujuan nasional setelah Indonesia merdeka, terdapat kecenderungan semangat persatuan itu tetap dibalut sebagai semangat politik dengan mengeksplorasi kemajemukan secara tidak proporsional. Dalam kondisi demikian, bertiup deras angin globalisasi menggugat jabaran wawasan kebangsaan seperti itu, berlandaskan nilai-nilai dasar penghormatan terhadap HAM. Landasan nilai ini seperti membuka mata bangsa Indonesia untuk mentransformasikan diri menjadi warga yang menentukan kehidupan bangsanya. Implementasinya masyarakat menghendaki semangat persatuan harus aktual dan rasional dalam dinamika kehidupan sehari-hari, dan bukan sakral berada dalam jargon-jargon elit dan bersifat elitis. Semangat masyarakat ini harus dilindungi sebagai bagian dari kewajiban negara.

Dalam tangkapan rasional seluruh komponen bangsa, jabaran itu menjadi keadilan sosial politik dalam penyelenggaraan kehidupan kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan, yang dapat menjamin persamaan hak dan kebebasan sebagai realisasi perlindungan terhadap HAM. Hanya dengan landasan keadilan sosial politik, persatuan sebagai landasan wawasan kebangsaan dapat terwujud dan mengikat kuat bangsa Indonesia yang majemuk.

Dalam kemajemukan yang tinggi, keadilan sosial politik yang terikat dalam proses politik berlandaskan semangat demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan dan HAM menjadi jaminan kesesuaian dan keselarasan dengan wawasan kebangsaan.

Kebebasan itu dalam demokrasi nampak pada proses dialogial membangun konsensus berlandaskan tema ”Bhineka Tunggal Ika”. Dalam proses dialogial itu semangat persatuan dijadikan penggerak dinamika komunikasi, dimulai dari proses pengambilan keputusan politik sampai dengan implementasi kebijakannya.

Dalam semangat demikian itu setiap pelaku komunikasi memiliki pola pikir mengutamakan kepentingan bersama dari pada kepentingan pribadi atau golongan, sehingga dalam proses dialogial itu wawasan kebangsaan Indonesia menjelma menjadi integrasi nasional mewadahi pluralisme sosial dan pluralisme politik melalui :

Pertama, terbangunnya budaya politik yang menjamin proses politik yang berkeadilan.

Kedua, terjadinya interaksi sosial yang mampu menjamin koordinasi tindakan politik yang tidak menghilangkan identitas politiknya.

Ketiga, sosialisasi secara terus menerus konsepsi keadilan yang mampu memelihara penyelarasan kehidupan individu dalam kehidupan kolektif.

Penutup

Wawasan kebangsaan adalah cara pandang bangsa terhadap diri dan lingkungannya, untuk menatap masa depan bangsa. Cara pandang ini dinamis diwarnai oleh tiga dimensi yang terdiri dari rasa, faham dan semangat kebangsaan. Rasa, faham dan semangat kebangsaan menjadi pijakan dinamika yang mewarnai wawasan kebangsaan dalam menyikapi kondisi lingkungan strategis.

Dalam wawasan kebangsaan Indonesia, kondisi lingkungan strategis yang diciri oleh kebebasan, HAM dan demokrasi, dijabarkan dalam tangkapan rasional yang bermakna keadilan sosial politik. Keadilan ini ditunjukkan oleh kesetaraan dalam proses dialogial menata kehidupan bangsa, untuk menemukan konsensus nasional.

Aktualisasinya oleh anak bangsa dalam perannya sebagai penggerak dinamika kehidupan bangsa yang berwawasan kebangsaan adalah sikap demokratis, yang terimplementasi dalam kemampuan dialog handal tetapi tidak merendahkan lawan dialog, serta tidak hanya belajar untuk menjadi pemenang, tetapi juga belajar untuk kalah alias good looser.

Jika hal itu terwujud dan harus terwujud, sebenarnya tidak perlu dikhawatirkan apa yang dipremiskan oleh Ohmae. Artinya the end of nation state tetap berada dalam ranah prediksi.

Bandung, 28 Juli 2009

DIREKTUR JENDERAL

POTENSI PERTAHANAN

BUDI SUSILO SOEPANDJI


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SMS Gratis