Hadiyanto A. Rachim
(Sekretaris MPK Inti Pancasila Universitas Padjadjaran)
Diberikan pada acara Semiloka Nasional Pengembangan Karakter Bangsa, 28-30 Juli 2009
Universitas Widyatama Bandung
A. Latar Belakang
Apabila kita beranjak dari berbagai persoalan bangsa yang demikian kompleks baik yang berasal dari dalam maupun pengaruh dari luar lingkungan wilayah geografis Indonesia, maka pertanyaan yang cukup mendasar adalah mengapa bangsa kita belum mampu mandiri dan cenderung menjadi bangsa yang tertinggal dari kemajuan bangsa-bangsa lain. Persoalan internal yang dihadapi bangsa kita antara lain dari mulai masalah korupsi, narkoba, kemiskinan, hilangnya identitas jati diri bangsa, menipisnya persediaan sumber daya alam, konflik horizontal, sparatisme yang mengancam keutuhan NKRI, kesalahan tata kelola pemerintahan, dan terorisme, telah mendorong ke arah keterpurukan yang bersifat multidimensional. Sementara pengaruh global yang juga turut berpengaruh kepada masalah bangsa kita antara lain demokratisasi yang cenderung kepada gaya hidup serba bebas, pengaruh ekonomi global dengan tingkat persaingan yang sangat tinggi, sementara daya saing usaha antara bangsa kita dengan negara-negara besar sangat rendah.
Sementara itu, fondasi dasar dalam memberikan arah pembangunan bangsa yaitu Pancasila, memasuki era reformasi tampak mengalami proses ke arah peran yang lebih formalistik yaitu sebagai Dasar Negara. Sehingga proses kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara lebih bersifat bebas karena semangat euphoria demokrasi. Saat itu terkesan kuat bahwa seolah-olah Pancasila menjadi ‘kambing hitam’ keterpurukan bangsa, terlebih karena era orde baru yang sejak awal konsisten ingin melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen akhirnya mengalami kehancuran di akhir pemerintahan Soeharto. Segera setelah itu penataan di bidang ketatanegaraan dilakukan dalam masa reformasi yaitu dengan dilakukannya amandemen terhdap UUD 1945 sampai dengan empat kali. Berdasarkan amandemen itulah kemudian disusun perangkat-perangkat perundang-undangan dalam menata kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Salah satu produk undang-undang yang dihasilkan setelah dilaksanakannya amandemen UUD 1945 adalah Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003. Apabila dibandingkan dengan undang-undang sebelumnya yaitu Nomor 2 Tahun 1989, tampak bahwa Pancasila merupakan mata kuliah wajib nasional untuk semua jenjang pendidikan termasuk perguruan tinggi. Akan tetapi dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 (pasal 37 ayat 2), maka mata kuliah Pancasila tidak lagi tercantum sebagai mata kuliah wajib. Persoalan ini di lapangan mengalami pro dan kontra, apakah mata kuliah Pancasia perlu diberikan di perguruan tinggi?, sementara kewenangan untuk menentukan kurikulum di perguruan tinggi sekarang ini diserahkan kepada program studi masing-masing. Akhirnya dalam penyelenggaraan kurikulum pendidikan tinggi dalam satu perguruan tinggi pun berbeda-beda tentang perlunya mata kuliah Pancasila dimasukkan dalam kurikulum. Sebagian berpendapat tidak perlu karena tidak ada dalam UU. Sebagian menyatakan masih tetap diperlukan, lebih karena pertimbangan filosofis dan keilmuan. Sehingga ada pula yang menerapkan jalan tengah, bahwa materi Pancasila dimasukkan sebagai bagian dari pokok bahasan Mata Kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Adalah menjadi pertanyaan yang sangat mendasar, ketika Pancasila sebagai Dasar Negara dijadikan landasan dalam penyusunan berbagai produk perundang-undangan, termasuk UU Sisdiknas yang sangat strategis bagi pembentukkan arah bangsa ke depan, mengapa justru Pancasila menjadi terpental dari proses pendidikan itu sendiri dengan tidak dicantumkannya kembali sebagai mata kuliah wajib bagi semua jenjang pendidikan
B. Hakikat Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian
Berdasarkan Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Bahkan dalam UU tersebut diterangkan pula bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk berkembangngnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Secara lebih khusus diatur pula dalam UU tersebut (pasal 36 ayat 3) pertimbangan-pertimbangan dalam menyusun suatu kurikulum harus memperhatikan hal-hal yaitu : a) peningkatan iman dan takwa; b) peningkatan akhlak mulia; c) peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; d) keragaman potensi daerah dan lingkungan; e) tuntutan pembangunan daerah dan nasional; f) tuntutan dunia kerja; g) perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; h) agama; i) dinamika perkembangan global, dan; j) persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
Dengan demikian jelas sudah bahwa sebenarnya arah pendidikan nasional secara umum adalah dalam rangka membangun karakter bangsa Indonesia yang memiliki identitas yang jelas pula yaitu membangun manusia yang agamis, kebangsaan, menguasai ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan serta memahami dinamika perkembangan lokal, nasional, dan global. Artinya, sebenarnya penyusunan kurikulum seharusnya diarahkan kepada hal-hal tersebut, apapun mata kuliahnya. Tentu ketika mata kuliah itu secara khusus diklasifikasi sebagai mata kuliah pengembangan kepribadian yang di dalam UU Sisdiknas hanya memuat tiga bidang yaitu : Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, dan Bahasa, maka peran mata kuliah-mata kuliah ini, termasuk semua mata kuliah yang sangat penting dalam pembangunan identitas bangsa, seperti Pancasila, harus menjadi perhatian dan tanggung jawab para pengampu mata kuliah pengembangan kepribadian untuk dapat ditranformasikan nilai-nilai mendasarnya sekaligus menjadi figur teladan dalam implementasinya.
C. Dimensi Aktualisasi Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian
Mencermati persoalan bangsa yang demikian kompleks dalam berbagai dimensi (ipoleksosbudhankam), maka mata kuliah-mata kuliah pengembangan kepribadian secara sinergis harus pula merespons persoalan-persoalan tersebut, sehingga lebih bersifat dinamis. Dalam sebuah simposium nasional yang diselenggarakan Universitas Padjadjaran Tahun 2005 terkait pentingnya aktualisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, adalah relevan dikaitkan dengan aktualisasi dalam materi dan metode mata kuliah pengembangan kepribadian. Setidaknya direkomendasikan pemikiran-pemikiran yang diklasifikasi berdasar dimensi-dimensi dalam pembangunan bangsa dan negara kita yaitu sebagai berikut :
a. Dimensi Politik, Hukum, dan Hankam
Esensi pemikiran dalam rangka aktualisasi mata kuliah pengembangan kepribadian melalui dimensi ini diwujudkan sebagai
1. Pemberi spirit persatuan dan munculnya kesadaran nasional yang harus dilaksanakan oleh penyelenggara negara, lembaga negara, lembaga masyarakat, dan warga negara;
2. Menjadi tolok ukur eksistensi kelembagaan politik, sosial, ekonomi;
3. Memberi wawasan bagi pemahaman akan sistem dan proses pemerintahan;
4. Memberi wawasan tentang kebijakan politik, pemerintahan, hukum, dan hankam;
5. Memberi dorongan dalam proses pergerakan dan kemajuan bangsa;
6. Memberi dorongan dalam mewujudkan kemandirian bangsa bermartabat, merdeka, dan berdaulat serta sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia;
7. Memahami nilai-nilai demokrasi yang sesuai dengan filosofi bangsa dan Dasar Negara Pancasila yaitu nilai-nilai kebebasan, kesedrajatan, keterbukaan yang menjunjung etika dan norma kehidupan.
b. Dimensi Sosial Ekonomi, Kesejahteraan Sosial, dan Lingkungan Hidup
Esensi pikiran-pikiran dalam dimensi ini adalah bahwa mata kuliah pengembangan kepribadian harus menjadi nilai dan ruh bagi terbangunnya ekonomi kerakyatan atas prisinsip kebersamaan, keadilan, dan kemandirian. Pemikiran ekonomi yang menekankan pada mekanisme harga dan sosial, bukan pada mekanisme pasar semata. Demikian pula pemikiran ekonomi yang memposisikan pemerintah pada peran sentral dan signifikan terutama dalam kegiatan ekonomi yang penting bagi negara dan yang menyangkut hidup orang banyak. Selain itu dampak ekonomi harus pula diaktualisasikan sebagai pendorong dan yang menjamin adanya affirmative actions, yaitu bahwa : a) anak yatim dan fakir miskin dipelihara negara; b) setiap orang berhak atas pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan; c) serta tidak ada diskriminasi dalam hukum dan pemerintahan.
Dalam bidang lingkungan hidup, mata kuiah pengembangan kepribadian harus diarahkan sebagai ruh dalam membangun dan menata lingkungan hidup yaitu bahwa kualitas lingkungan hidup adalah sangat bergantung pada kualitas hidup manusianya dan pemahaman bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya keadaan, dan makhluk hidup beserta perilakunya.
c. Dimensi Pendidikan, Budaya, dan Agama
Dalam bidang pendidikan, mata kuliah pengembangan kepribadian harus diarahkan kepada upaya membangun nilai-nilai kreativitas dan inovasi, spirit untuk pengembangan dinamika masyarakat dalam pembentukkan watak peradaban bangsa dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa serta mewujudkan visi dan misi pendidikan nasional Indonesia. Sementara dalam bidang kebudayaan, mata kuliah ini harus diarahkan sebagai pemberi karakter bangsa yang berkeadaban yang mengandung nilai-nilai religi, kekeluargaan,kehidupan yang selaras , serasi, dan seimbang, serta kerakyatan. Disamping itu melalui dimensi kebudayaan ini diharapkan mampu melahirkan gagasan-gagasan nilai dan norma yang memunculkan kesadaran masyarakat bagi penciptaan tertib sosial, menggali nilai-nilai budaya yang dapat memperkuat proses integrasi nasional baik secara vertikal maupun horizontal.
Dalam dimensi keagamaan, mata kuliah pengembangan kepribadian diarahkan dalam rangka penguatan dan pengukuhan prinsip-prinsip nilai keagamaan yaitu ketauhidan, keadilan, kebebasan, musyawarah, persamaan, toleransi, amar ma’ruf nahyi munkar, serta adanya otokritik. Demikian pula dimensi keagamaan diarahkan dalam rangka memahami lima(5) tujuan agama yaitu : 1) memelihara agama; 2) memelihara jiwa; 3) memelihara akal; 4) memelihara keturunan dan kehormatan, serta; 5) memelihara harta benda.
D. Pendekatan dan Metode
Mata kuliah pengembangan kepribadian adalah sarana strategis bagi pembangunan karakter dan kepribadian bangsa Indonesia. Oleh karenanya penyampaian mata kuliah ini bagi para mahasiswa harus secara efektif memiliki dampak sesuai dengan yang diharapkan menurut tujuan yang dikehendaki UU Sisdiknas, sehingga pendekatan yang perlu diterapkan adalah pendekatan kemanusiaan berdasarkan kebutuhan dan permasalahan aktual yang dihadapi. Pendekatan lain yang perlu dalam rangka meningkatkan kualitas pengajaran mata kuliah pengembangan kepribadian ini adalah peningkatan kualitas kajian-kajian, peningkatan kualitas pengelolaan, dan kualitas para pengampu mata kuliah pengembangan kepribadian. Dengan demikian diharapkan akan muncul mata-mata kuliah ini tidak lagi dianggap sebagai mata kuliah pelengkap penderita. Tetapi menjadi mata kuliah yang setara pentingnya dengan mata kuliah-mata kuliah lainnya yang dikembangkan di tiap-tiap progam studi sebagai pelaksana pendidikan tinggi yang berada di perguruan-perguruan tinggi.
Demikian pula untuk menjadikan mata kuliah pengembangan kepribadian menjadi efektif dibutuhkan metode dengan mengembangan budaya dialog, komunikasi dua arah, diskusi interaktif ke arah pemecahan masalah. Perlu juga diterapkan teknik-teknik reward and punishment, dinamika kelompok, dan analisis kasus. Sehingga metode-metode dalam bentuk monolog, ceramah indoktrinasi, dan bersifat menggurui sudah harus diminimalisasi dengan menempatkan peserta didik sebagai subyek dalam pendidikan.
Wallahu a’lam. Terimakasih.
*) Makalah disampaikan dalam Seminar dan Lokakarya Nasional Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian : “Reaktualisasi dan Reorientasi Materi serta Metode Pembelajaran Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian dalam Upaya Peningkatan Daya Saing Bangsa, 29 Juli 2009.
Referensi :
1. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003.
2. Mashudi,Dr.(HC), Letjen (Purn), 2005. Menegakkan Bangsa dan Negara Republik Indonesia yang Bermartabat dan Menyelenggarakan Masyarakat adil dan Makmur. Makalah dalam Simposium Kewaspadaan dan Ketahanan Nasional. Bandung.
3. Koento Wibisono, 2007. Identitas Nasional Aktualisasi Pengembangannya Melalui Revitalisasi Pancasila. Makalah Suscados MPK Kewarganegaraan. Jakarta.
4. Sorjanto Puspowardojo, 2005. Aktualisasi Pancasila dalam Perspektif Filosofis Humaniter. Makalah dalam Simposium Kewaspadan dan Ketahanan Nasional. Bandung.
5. Pipin Hanapiah, Slamet Rachmat, dan Hadiyanto, 2006. Kewaspadaan dan Ketahanan Nasional : Aktualisasi Pancasila untuk Persatuan Bangsa dalam Meningkatkan Wawasan Kebangsaan. Rumusan Simposium dan Semiloknas Pancasila. Bandung.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar