Dr. Ciptati, MS, MSc.
Diberikan pada acara Semiloka Nasional Pengembangan Karakter Bangsa, 28-30 Juli 2009
Universitas Widyatama Bandung
untuk file pdf nya dapat di donload di siniPendahuluan:
Bela Negara tidaklah berarti suatu kegiatan ‘memanggul senjata’ atau yang berbau ‘militerisme’ belaka, melainkan segala aspek kehidupan yang terkait dengan terjaganya kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kemerdekaan NKRI adalah suatu hal yang dicita-citakan dan dihasilkan melalui perjuangan panjang segenap rakyat Indonesia. Berbagai cara diplomasi, peperangan melawan penjajah dilakukan dengan segala keterbatasan yang dimiliki. Semangat para pejuang dalam merebut kemerdekaan adalah hal yang sangat luar biasa. Mereka tidak takut mati, rela berkorban bukan untuk kepentingan dirinya semata, melainkan untuk bangsa dan tanah air tercinta.
Generasi muda saat ini hanya mengenal/mengetahui bahwa kemerdekaan NKRI adalah hasil perjuangan para pahlawan kemerdekaan, melalui pelajaran sejarah yang diperoleh di sekolah formal. Umumnya pelajaran sejarah disampaikan dengan cara yang kurang menarik, karena penjiwaan tentang peristiwa-peristiwa bersejarah tidak tampil dengan cukup sempurna. Pada akhirnya, sebagaimana mata pelajaran lainnya, lebih banyak yang menganggap bahwa pelajaran sejarah adalah sebuah hafalan saja. Cerita-cerita kepahlawanan dan riwayat perjuangan para pahlawan kemerdekaan, tidak cukup banyak dibahas dalam keseharian kehidupan mereka, jarang yang mendiskusikannya dalam forum-forum non formal. Lagu-lagu perjuangan, bisa jadi hanya dikenal oleh sebagian kecil saja pemuda Indonesia.
Ditengah situasi pendidikan dan kondisi kehidupan sehari-hari yang ada saat ini, kita mendapat tantangan yang sangat besar untuk menumbuhkan kesadaran ‘bela negara’, tidak hanya bagi para pemuda namun juga anggota masyarakat dewasa, baik yang mempunyai kedudukan sebagai wakil rakyat, pejabat, maupun rakyat jelata. Kreativitas dalam menumbuhkan kesadaran akan pentingnya ‘bela negara’ sangatlah diperlukan, sehingga tidak tampak sebagai doktrin, perintah/keharusan saja, namun lebih kepada kesadaran yang tumbuh karena kecintaan terhadap kedaulatan bangsa dan negaranya, serta mempertahankan harga diri sebagai warganegara NKRI.
Tantangan dan permasalahan bangsa di era reformasi
Euphoria yang terjadi di tanah air, setelah kejatuhan rezim ‘Soeharto’, yang mengekang bangsa ini untuk menyatakan pendapatnya secara bebas, telah menghasilkan keterbukaan dan kebebasan yang sangat sering tak terbatas, seolah tak ada rem yang mengendalikannya. Arus informasi yang masuk dengan sangat mudah dan tanpa penyaringan, sebagai hasil perkembangan teknologi informasi dan elektronika yang luar biasa cepatnya. Semua itu telah menyebabkan perubahan besar-besaran pada tatanan dan pola hidup bangsa ini. Etika pergaulan, yang diadopsi dari luar Indonesia, seringkali sudah tidak sesuai lagi dengan etika pergaulan bangsa kita. Pola hidup yang konsumtif, bersaing untuk mendapatkan berbagai macam alat elektronik, kendaraan, barang-barang mewah lainnya, telah membuat persaingan yang tidak sehat tumbuh di masyarakat kita. Seringkali cara-cara yang tidak wajar/semestinya ditempuh demi mendapatkan apa yang diinginkannya. Hal ini sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan kepribadian anak-anak yang tumbuh di lingkungan yang tak sehat ini.
Jika kita telaah hal-hal seperti tersebut di atas, maka tampak dengan jelas bahwa ancaman terhadap bela negara tidak hanya datang dari luar negeri , bahkan justru ancaman dari dalam negeri lebih dominan serta harus lebih diwaspadai. Berbagai macam konflik sangat mudah terjadi, meski seringkali pemicunya tampaknya hanya soal yang sangat sepele saja. Perkelahian dan tawuran antar pelajar dan juga antar mahasiswa seringkali terjadi, tidak hanya di kota-kota besar.
Keberagaman suku, etnis, budaya, bahasa dan agama yang kita miliki serta luasnya wilayah kepulauan dan laut, dengan variasi sumber daya alam yang sangat beragam, merupakan kekayaan Negara kita yang patut kita syukuri. Tanpa kita sadari, jika kita tidak dapat mengelolanya dengan baik maka hal tersebut mengandung potensi konflik yang sangat rawan dan dapat menjadi sumber desintegrasi bangsa. Telah kita saksikan berbagai konflik yang bernuansa’SARA’, upaya-upaya pemisahan diri yang disebabkan perasaan ketidak adilan perlakuan terhadap daerah mereka, yang telah memberikan demikian banyak kekayaan alam mereka kepada bangsa ini. Ketimpangan sosial sebagai akibat kebijakan ekonomi dan pelaksanaan HAM, menjadi pemicu kerawanan sosial. Hal lain yang belakangan ini kita saksikan juga adalah adanya upaya penggantian ideology Pancasila dengan ideology lain yang ekstrim. Tentunya hal ini juga menuntut kita lebih waspada, jangan sampai terjadi korban di kalangan kaum muda dan masyarakat yang lemah, yang tidak tahan terhadap bujukan yang seringkali tak tampak dengan jelas.
Situasi yang kini kita hadapi, demokrasi di Indonesia tampak sudah berjalan dengan baik, kita lihat keberhasilan pelaksanaan Pemilu Legislatif maupun Presiden. Hal ini juga diakui oleh negara-negara lain. Namun ternyata di sisi lain, masih tampak ketidak-siapan para tokoh politik menerima kenyataan yang tidak sesuai dengan keinginannya, telah menyebabkan terjadinya berbagai macam konflik yang tentunya berpengaruh terhadap kehidupan politik di Negara ini.
Belum lama ini, kita saksikan para wakil rakyat yang telah kita pilih untuk menjadi wakil bangsa ini di Dewan Perwakilan Rakyat, baik di tingkat pusat maupun daerah, telah menunjukkan sikapnya yang kekanak-kanakan, sangat mudah tersinggung dan bahkan ada yang berujung pada kematian. Sungguh ini merupakan hal yang sangat tercela. Apakah mereka menyadari bahwa sebetulnya mereka adalah tokoh yang diharapkan menjadi panutan rakyat yang diwakilinya? Kita menjadi tidak yakin bahwa mereka mampu memperjuangkan rakyat Indonesia untuk mendapatkan hak-haknya sebagai warganegara. Apakah mereka belum menyadari bahwa tindakan mereka itu menunjukkan rendahnya kesadaran bela negara? Tampaknya mereka lebih mementingkan ambisi pribadi/keplompoknya dibandingkan dengan memperjuangkan amanat yang dibebankan di pundak mereka. Belum lagi mereka yang diketahui korupsi, dengan berbagai macam cara/alasannya, padahal para koruptor tersebut semula merupakan sebagian dari tokoh yan diidolakan. Dari sebagian kecil masalah yang terjadi ini saja, kita dapat melihat bahwa saat ini kita sedang kehilangan tokoh idola. Apakah yang harus kita lakukan untuk mengatasinya? Tantangan besar jelas menghadang di hadapan kita, menanti solusi demi tegaknya kedaulatan di negeri ini.
Potensi ancaman dari luar:
Wilayah NKRI yang terdiri atas kepulauan, khususnya bagi pulau-pulau terluar, rawan terhadap penguasaan oleh bangsa lain. Hal ini telah terjadi pada kasus Sipadan dan Ligitan, yang diakui sebagai bagian dari wilayah negara jiran, Malaysia. Apakah kita akan tinggal diam membiarkan pulau-pulau tak terurus dengan baik, kemudian diambil oleh negara lain?
Luasnya wilayah Indonesia dan kekayaan alamnya, membuat orang luar tergiur untuk melakukan penjarahan sumber daya alam (indigeneous natural resources) kita. Mereka melakukan penjarahan tanpa kita sadari, pada akhirnya kita menjadi pihak yang dirugikan. Di bidang pertambangan, eksploitasi pertambangan kita secara tak terkendali oleh para kontraktor asing yang ingin mengeruk keuntungan sebesar-besarnya, menyebabkan kerusakan lingkungan dan mungkin juga mengundang kemarahan masyarakat sekitarnya yang merasa tidak mendapatkan pningkatan kesejahteraan.
Negara kita telah dijadikan lalu-lintas perdagangan NARKOBA. Tanpa kita sadari hukum yang diberlakukan terhadap para pengedar Narkoba di tanah air ini masih terlalu ringan, sehingga mereka merasa lebih aman menjadi pengedar di Indonesia. Hal ini tentu saja berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat kita, khususnya mereka yang tergiur untuk mendapatkan keuntungan dengan cara cepat, demikian pula bagi mereka yang rawan untuk diajak menjadi konsumen narkoba.
Berdasarkan kajian singkat tersebut, tampak gejala-gejala:
1. Pudarnya semangat nasionalisme dan kecintaan terhadap tanah air.
2. Perlunya ‘tokoh panutan’ agar jelas siapa dan sosok yang bagaimana yang patut ditiru.
3. Perbedaan pendapat antar golongan dan pemerintah dalam iklim demokrasi
4. Lunturnya kebersamaan, yang menimbulkan terjadinya konflik yang bernuansa ‘SARA’, anarkisme dan separatisme.
5. Kepentingan pribadi/golongan berdiri di atas kepentingan bersama.
6. Pudarnya kesadaran dan semangat ‘bela negara’.
7. Permasalahan Psikologis tampaknya dialami tidak hanya para pemuda namun juga para petinggi Negara.
8. Masih lemahnya penegakan hukum di Indonesia.
9. Kemandirian bangsa belum sepenuhnya terlaksana.
10. Integritas bangsa masih harus ditegakkan.
LANDASAN YURIDIS KEWAJIBAN BELA NEGARA:
UUD’1945:
1. Pasal 27 (3) Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
2. Pasal 30
(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
(2) Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama dan rakyat sebagai kekuatan pendukung.
UU NO. 3/2002 (HANNEG)
1. Pasal 1 titik 2
Sistem pertahanan negara adalah sistem pertahanan bersifat semesta yang melibatkan: seluruh warga negara, wilayah, sumber daya nasional lainnya. Disiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah dan berlanjut, untuk menegakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman.
2. Pasal 7 (2)
Sistem pertahanan negara dalam menghadapi ancaman militer menempatkan TNI sebagai komponen utama dengan didukung oleh komponen cadangan dan komponen pendukung
SPEKTRUM BELA NEGARA (Berdasarkan DITJEN POTHAN):
SOFT:
Pendekatan Psikologis:
1. Pemahaman ideologi Negara Pancasila dan UUD 45)
2. Nilai-nilai luhur bangsa
3. Wawasan kebangsaan
4. Rasa cinta tanah air
5. Persatuan dan kesatuan bangsa
6. Kesadaran bela negara
Pendekatan Fisik:
1. Perjuangan mengisi kemerdekaan
2. Pengabdian sesuai profesi
3. Menjunjung tinggi nama Indonesia di dunia Internasional
4. Penanganan bencana dan menghadapi ancaman non militer lain (ekonomi, social, budaya, dsb.)
Pendekatan Psikologis dalam menanamkan kesadaran bela negara
Kesadaran bela Negara pada diri seorang warga Negara adalah suatu hal yang terkait dengan kesadaran dan pengertian tentang perlunya peran dari pribadi yang bersangkutan dalam mempertahankan kedaulatan Negara. Permasalahan muncul ketika warganegara tersebut tidak menyadari bahwa dirinya sangat diperlukan dalam mempertahankan kedaulatan Negara.
Pemahaman terhadap Pancasila sebagai ideology Negara, serta UUD 45 sebagai landasan hukum hendaknya disertai dengan implemantasinya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat dilakukan dengan bimbingan dan pengawasan dari para guru maupun orang tua mereka.
Melalui pendidikan sejarah yang tepat dan benar serta pembahasan tentang sejarah perjuangan bangsa, pengkajian terhadap nilai-nilai luhur bangsa yang harus tetap kita pertahankan. Pemahaman dan penerapan nilai luhur itu dapat dilaksanakan. Diperlukan pengadaan literature penunjang yang cukup mudah dibaca baik oleh anak-anak, orang awam maupun orang dewasa.
Penanaman wawasan kebangsaan di sekolah formal maupun melalui media massa, baik media cetak maupun elektronik hendaknya dilaksanakan secara menerus, mudah diakses dan disediakan tempat/ruang diskusi dan tanya-jawab. Untuk keperluan tersebut hendaknya disiapkan secara bersama-sama oleh berbagai lembaga terkait.
Kecintaan terhadap tanah air tentunya akan tumbuh jika masyarakat mengenal tanah airnya dan upaya pengenalan dapat dilakukan melalui pelaksanaan wisata belajar, maupun berbagai jenis wisata lainnya yang tentunya akan memperluas wawasan para pesertaya. Untuk itu hendaknya disiapkan/disediakan sarana yang mudah dijangkau oleh masyarakat luas, baik yang mampu maupun tidak mampu secara finansial.
Pendekatan lain dapat dilakukan dengan membuat berbagai film dokumentasi tentang keaneka ragaman budaya, kekayaan dan keindahan tanah air, yang menggambarkan berbagai daerah dan budaya serta keseharian masyarakatnya. Tentu saja keunggulan lokal dan kearifan lokal patut ditonjolkan.
Persatuan dan kesatuan bangsa dapat dipupuk melalui berbagai kegiatan yang melibatkan seluruh elemen bangsa dan ditumbuhkannya kebiasaan untuk saling menghargai sesama warganegara. Berbagai kegiatan olahraga nasional dan festival budaya, dapat menjadi ajang berkomunikasi dan saling mengenal anak-anak bangsa. Kecintaan terhadap sesama serta kemampuan bekerjasama, dapat diciptakan dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan secara bergotong royong. Kebiasaan ini tampaknya sudah mulai ditinggalkan, terutama di kota-kota besar. Di kampung dan di desa, masih tampak kegiatan bergotong-royong. Berbagai kegiatan social juga dapat menumbuhkan rasa solidaritas.
Kesadaran bahwa ancaman terhadap kedaulatan Negara terus menerus berlangsung, di sisi lain tidak ada perintah langsung untuk melakukan tindakan persiapan maupun secara aktif melaksanakan bela Negara, telah menyebabkan masyarakat kita, khususnya kaum muda, terlena dalam berbagai kemudahan dan fasilitas yang setiap hari mereka temui. Dalam pembicaraan sehari-hari, baik melalui percakapan, diskusi di internet, tak tampak ‘wacana bela negara’ merupakan suatu hal yang penting dan menarik untuk didiskusikan, dipersoalkan dan dipertanyakan. Seolah hal ini merupakan tanggung jawab para anggota TNI dan kepolisian belaka dan paling jauh, tanggung jawab para sesepuh yang pernah terlibat dalam kemerdekaan, baik langsung maupun tak langsung.
Era reformasi di Indonesia telah menyebabkan masyarakat merasa bebas berbuat, bebas berbicara, banyak menuntut haknya tapi lupa akan kewajibannya. Inlah salah satu dampak buruknya.
Berbagai peristiwa yang telah terjadi belakangan ini telah membuktikan bahwa kesadaran bela Negara masyarakat kita, termasuk para pemudanya sangatlah memprihatinkan. Kita tidak boleh terus terlena, seolah permasalahan yang kita hadapi hanyalah persoalan yang harus dipecahkan oleh penyelenggara Negara semata. Kita harus cepat menyadari bahwa kesadaran bela Negara sudah harus disiapkan sejak dini.
Tantangan bagi kita kini adalah bagaimana menumbuhkan kesadaran bela Negara sejak dini. Apakah melalui pendidikan formal semata hal tersebt harus kita lakukan? Di pundak siapakah sebetulnya kewajiban membangun kesadaran bela Negara ini? Tentu saja hal ini bukanlah persoalan sederhana yang dapat dipecahkan sekejap mata. Kita dituntut secara bersama-sama bersinergi menyiapkan generasi muda Indonesia yang memiliki kesadaran bela Negara yang tinggi.
Keluarga, dalam kesehariannya haruslah menerapkan kesadaran akan pentingnya menjaga kedaulatan Negara, melalui sikap dan perilaku sehari-hari. Lembaga pendidikan formal, melalui mata pelajaran/kurikulumnya menyiapkan bahan pengajaran dan pola pelaksanaannya. Permasalahan menjalankan kurikulum juga merupakan hal yang harus ditangani secara serius, diperlukan uji coba yang akan menghasilkan metode yang paling tepat dalam menumbuhkan kesadaran bela Negara.
Di atas kertas, tampaknya hal ini lebih mudah dilaksanakan. Fakta di lapangan, sangat sulit untuk dilaksanakan karena akan melibatkan kemampuan masing-masing pelaksana dalam mengkomunikasikan tentang perlunya kemampuan mempertahankan kedaulatan Negara.
Hal apa sajakah yang perlu disiapkan?
Pertama-tama setiap warga Negara hendaknya menyadari akan hal-hal yang wajib mereka lakukan sebagai warganegara yang baik, mulai dari hal yang paling sederhana yaitu, menerapkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, menjaga kebersihan, menjaga kedamaian, bersikap saling menghargai kepada sesama maupun yang lebih rendah kedudukannya, menjaga lingkungan hidupnya,
Jika ditinjau dari piramida kebutuhan dasar manusia menurut Abraham Maslow, maupun Clayton Alderfer dalam teori ERG nya, dapat kita cermati bahwa jika kebutuhan yang paling mendasar, yaitu kebutuhan fisiologis belum terpenuhi maka tidak akan terpikirkan/termotivasi untuk tercapainya kebutuhan-kebutuhan lain yang berada ditingkat atasnya. Hal ini berarti, jika kebutuhan dasar manusia seseorang belum terpenuhi, niscaya tak akan tumbuh motivasi dalam dirinya untuk melakukan hal-hal yang terkait dengan kepentingan bangsa dan Negara. Pernahkan seorang yang miskin, berpikir bahwa dia harus membela negaranya dari ancaman-ancaman kehancuran yang datang dari dalam maupun luar negeri
Bagaimana cara kita mengatasi semua itu?
Tantangan bagi kita untuk mencukupi kebutuhan dasar manusia Indonesia.
Bagaimana menumbuhkan kesadaran bela Negara pada diri anak-anak, remaja dan pemuda?
Aktivitas sehari-hari hendaknya sudah menjadi bagian dalam proses pembentukan kesadaran bela Negara, termasuk tayangan-tayangan televisi, iklan layanan masyarakat, juga siaran-siaran radio, baik negri maupun swasta. Hal-hal yang terkait dalam proses pembentukan motivasi hendaknya mudah dibaca dan menarik untuk didiskusikan. Kedekatan antara masyarakat dan aparat keamanan juga harus menjadi prioritas, sehingga dapat dibangun komunikasi yang baik serta memungkinkan terjadinya penumbuhan motivasi untuk menjadi warganegara yang siap membela Negara dari gangguan-gangguan baik dari dalam maupun dari luar negeri.
Tinjauan Psikologis pemuda yang diwakili oleh mahasiswa. :
Secara umum, disamping tingkat intelegensia yang tinggi, kita juga menghendaki kematangan emosi mahasiswa, yang ditunjukkan dengan tingginya EQ, yaitu yang mencakup aspek-aspek emosional, seperti tingkat kepekaan dan kepedulian yang tinggi, sikap kritis, kemandirian, kemampuan memimpin yang baik, kemampuan berkomunikasi ,dsb.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa justru disitulah letak kelemahan mereka (studi kasus mahasiswa ITB). Hal ini tentunya harus kita atasi, agar tujuan kita menyiapkan generasi muda yang siap menjalankan ‘bela negara’ dapat kita capai. Tantangan bagi kita, khususnya para dosen/pendidik di tingkat perguruan tinggi, adalah bagaimana mempercepat ketertinggalan/meningkatkan kematangan emosi mahasiswanya.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan, antara lain adalah menyiapkan diri untuk menyisipkan pendidikan kesadaran bela Negara secara sistematik dan berkelanjutan dalam setiap pertemuan di ruang kuliah. Secara Institusional, ruang-ruang kegiatan yang terarah ke peningkatan kesadaran bela Negara terus ditingkatkan, diantaranya dengan membuka peluang mereka untuk bersosialisasi dalam berbagai kegiatan non kurikuler, baik dalam bidang seni dan budaya maupun keolahragaan. Berbagai pelatihan khusus yang diselenggarakan, seperti latihan kepemimpinan, resimen mahasiswa, kegiatan Kepramukaan, hendaknya mendapatkan perhatian khusus, karena media ini dapat menyiapkan mahasiswa yang berminat secara khusus mendapatkan pendidikan yang utuh dan tepat, sehingga mereka dapat menjadi kader-kader pemimpin dalam menyiapkan rekan-rekannya maupun adik-adiknya meningkatkan kesadaran bela Negara.
Kuliah-kuliah umum dengan materi untuk meningkatkan kesadaran bela Negara, yang dibawakan oleh para tokoh/praktisi yang mumpuni tentunya merupakan hal penting yang perlu diselenggarakan secara teratur.
Cerita-cerita perjuangan, baik itu tentang pahlawan-pahlawan Negara, maupun tokoh-tokoh dalam pewayangan, hendaknya dapat disebarluaskan dalam bentuk yang menarik, baik bagi kanak-kanak maupun remaja dan orang dewasa, mengalahkan cerita-cerita yang berasal dari Negara lain dan juga komik-komik hiburan belaka.
Tulisan-tulisan serta lukisan-lukisan yang bernilai heroik, baik itu karya anak-anak di tingkat SD, SMP, maupun SMA/SMK dan PT hendaknya mendapatkan penghargaan dan mendapatkan kesempatan untuk dipublikasikan, sehingga mereka sudah menumbuhkan kesadaran bela negaranya dari sejak dini dan mendapatkan apresiasi dari semua pihak. Dengan cara ini diharapkan, keanekaragaman proses menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran bela Negara terus berkembang dan tanpa terasa kita sudah membuat suasana keseharian kita menjadi akrab dengan kesadaran bela Negara. Apakah hal ini juga akan berpengaruh terhadap masyarakat pada umumnya? Tentu kita berharap bahwa publikasi yang meluas akan menjadi media pembelajaran yang tak terbatas oleh ruang dan waktu. Tinggal sinergitas semua pihak yang memiliki kewenangan dan kemampuan secara financial untuk menunjang hal tersebut perlu ditumbuhkan, dipelihara dan ditingkatkan untuk mengatasi problematika pertahanan kedaulatan Negara kesatuan Republik Indonesia.
Pendekatan fisik untuk meningkatkan kesadaran bela Negara:
Perjuangan mengisi kemerdekaan dengan karya-karya anak bangsa, merupakan suatu kebanggaan sekaligus memotivasi anak-anak bangsa untuk berkarya. Kecintaan akan produk dalam negeri hendaknya selalu didengungkan dan implementasinya harus tampak jelas. Upaya penyelenggara Negara untuk hal ini juga harus tegas dan jelas, sehingga akan dicontoh dan diikuti oleh masyarakat luas.
Berbagai macam keprofesian telah dihasilkan oleh lembaga-lembaga pendidikan yang ada di dalam negeri maupun oleh berbagai macam industri dan usaha-usaha kecil dan menengah. Penempatan tenaga kerja professional di tanah air, hendaknya diutamakan dan tidak mendahulukan tenaga asing. Kita masih sering menjumpai tenaga asing yang sebetulnya tidak professional namun mendapatkan gaji yang jauh lebih besar daripada tenaga lokal. Jika ini terus terjadi, maka akan timbul kecemburuan sosial dan merupakan suatu bentuk pelecehan yang tentunya tidak boleh dibiarkan terus terjadi.
Kesempatan menjunjung tinggi nama Indonesia di dunia Internasional diperoleh duta-duta Indonesia di ajang lomba bertaraf Internasional. Kemenangan mereka dalam berbagai lomba yang diikuti tentunya akan mengharumkan nama Negara. Untuk itu hendaknya mereka mendapat dkungan sepenuhnya dari berbagai pihak di tanah air. Dukungan tidak hanya berupa dukungan moril semata, melainkan juga dukungan finansial dalam mempersiapkan delegasi Indonesia. Persiapan yang matang, organisasi yang baik, materi yang sesuai, serta berbagai macam hal lainnya yang menunjang tentunya sangat dibutuhkan untuk meraih keberhasilan. Untuk itu diperlukan sinergitas berbagai pihak terkait dalam menyiapkan delegasi-delegasi Indonesia. Anak-anak bangsa yang telah mengukir prestasi di arena lomba Internasional hendaknya juga medaatkan dukungan secara menerus, agar prestasinya terus meningkat dan pada suatu saat kelak dia akan dapat memberikan yang terbaik bagi bangsa dan Negara.
Penanganan bencana, baik itu yang disebabkan oleh kejadian alam maupun karena ulah manusia yang terjerumus dalam tindakan yang keliru, merupakan hal yang perlu ditangani secara serius. Melalui proses penanganan yang tepat, tentunya bangsa ini akan terselamatkan dari keterpurukan. Rasa solidaritas juga dapat ditingkatkan melalui kegiatan-kegiatan penangan becana yang terorganisir secara baik.
MEMBANGUN INTEGRITAS PEMUDA INDONESIA UNTUK MENUMBUHKAN KESADARAN BELA NEGARA.
Kita sadari bahwa untuk melaksanakan upaya-upaya menumbuhkan kesadaran bela Negara bukanlah hal yang mudah. Namun demikian secara mendasar kita perlu melakukan upaya membangun integritas bangsa Indonesia, khususnya para pemuda harapan bangsa ini. Untuk itu perlu kita perhatikan bahwa integritas dapat kita bangun melalui pendidikan karakter yang tepat.
Pendidikan karakter (budi pekerti plus) hendaknya diberikan sejak masa kanak-kanak, sehingga akan tertanam dengan baik dalam dirinya, yang pada gilirannya kelak akan menciptakan pribadi yang berkarakter unggul dan memiliki integritas. Jika ini dapat diterapkan kepada seluruh bangsa Indonesia, niscaya permasalahan bangsa akan dapat terselesaikan satu persatu secara bertahap dan kesadaran bela Negara akan tumbuh dengan sendirinya. Tantangan bagi kita adalah bagaimana menerapkan pendidikan karakter secara sinergis di keluarga dan di lingkungan pendidikan formal.
Semoga cita-cita kita membangun bangsa dan mempertahankan kedaulatan NKRI selalu mendapat limpahan rahmat dan lindungan Tuhan Yang Maha Agung.
Pustaka:
1. Alwisol, 2008, Psikologi Kepribadian, Malang: UMM Press.
2. Moeljono, D., 2009, More about beyond Leadership, Jakarta: P.T. Elex Media Komputindo-Gramedia group
Tidak ada komentar:
Posting Komentar